Rabu, 22 November 2017

TINJAUAN PERATURAN HUKUM PERMUKIMAN DAN PERIKATAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU no. 4 tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman)
Indonesia sebagai negara hukum tak lepas dari peraturan yang berkaitan dengan hukum tersebut. Semua hal yang menyangkut keberlangsungan hidup di Indonesia diatur dalam undang-undang, termasuk peraturan yang berkaitan dengan perumahan dan permukiman.
Adalah wajib bagi penulis selaku mahasiswa arsitektur, untuk memahami hukum tentang permukiman sebagai wujud fisik arsitektur itu sendiri. Maka pada kesempatan kali ini, penulis akan meninjau dan menelaah lebih rinci mengenai hukum permukiman dan hukum perikatan yang berlaku di Indonesia.

1.2  RUMUSAN MASALAH

 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akhirnya berinisiatif untuk membahas beberapa pokok masalah dalam tinjauan kali ini, yaitu:

1.      Apa saja garis besar dan ketentuan yang diatur dalam UU no. 4 tahun 1992?
2.      Bagaimana peraturan tentang rumah susun dalam hukum di Indonesia serta permasalahan yang timbul pada penerapan peraturan tersebut?
3.      Mengapa ada hukum perikatan di Indonesia, serta apa saja yang termasuk kedalam hukum tersebut?

1.3  TUJUAN PENULISAN

Dengan pemilihan tema dan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca dan penulis sendiri mendapatkan wawasan mengenai peraturan hukum tentang permukiman dan rumah susun serta memahami hukum perikatan. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas penulis dalam matakuliah Hukum Pranata Pembangunan.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Garis Besar Hukum Permukiman
            Hukum permukiman adalah keseluruhan peraturan resmi  oleh pemerintah dan yang menyangkut tentang tata cara kawasan hunian tempat tinggal atau Ilmu yang mempelajari kaidah pelaksanaan kegiatan mukim yang di lakukan pemerintah di suatu kawasan tertentu.
Salah satu penuangan hukum permukiman di Indonesia terdapat di Undang-Undang Nomor 4 tahun 1992 khususnya di BAB IV pasal 18 – pasal 28. Pada pasal 18 tertulis bahwa pemenuhan kebutuhan pemukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan permukiman skala besar yang terenacan dengan pelaksanaan yang bertahap. Salah satu perwujudan kawasan permukiman yang bertahap direalisasikan dalam pembangunan rusunawa (rumah susun sederhana sewa) yang direncanakan akan selesai sebanyak 24 tower terdiri dari 6.190 unit hingga akhir tahun 2017.

2.2  Pengaturan Rumah Susun
            Dasar hukum pengaturan rumah susun awalnya terdapat di Undang-Undang nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun yang kemudian diganti dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UU Rumah Susun). UU Rumah Susun ini merupakan UU yang krusial bagi persoalan hunian rumah susun. UU ini mencoba melindungi konsumen, tercermin dari ketentuan soal Perhimpunan Pemilik Penghuni Satuan Rumah Susun (P3RS). P3RS harus terbentuk paling lambat satu tahun sejak serah terima unit satuan rumah susun. Ketentuan ini perlu diperjelas, khususnya menyangkut: (1) pengertian serah terima unit disini, apakah dalam pengertian serah terima secara fisik, atau serah terima dalam pengertian legal, ada transfer of title / levering; (2) jangka waktu satu tahun, dihitung sejak unit pertama diserahterimakan atau setelah semua unit diserahterimakan; (3) dalam pembentukan P3RS, difasilitasi pengembang, tetapi pada saat bersamaan, sejumlah pengembang sengaja tidak menjual semua unit rumah susun, sehingga ada kecenderungan dari Pengembang untuk menempatkan orang-orangnya duduk dalam kepengurusan P3RS.

2.3  Hukum Perikatan di Indonesia
            Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.



Macam-macam hukum perikatan, yaitu:
a.      Perikatan Bersyarat
Perikatan bersyarat (voorwaardelijk verbintenis) adalah perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadi, baik dalam menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadi peristiwa (Pasal 1253 KUHP dt)
b.      Perikatan dengan ketetapan waktu
Syarat ketetapan waktu adalah pelaksaan perikatan itu digantungkan pada waktu yang di tetapkan.
c.       Perikatan Manusaka (Boleh Pilih)
Pada perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan mansuka karena, debitor boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan.
d.      Perikatan Fakultatif
Perikatan Fakultatif yaitu perikatan dimana debitor wajib memenuhi suatu prestasi tertentu atau prestasi lain yang tertentu pula.
e.      Perikatan Tanggung – Menanggung
Pada perikatan tanggung-menanggung dapat terjadi seorang debitor berhadapan dengan beberapa orang kreditor atau seorang kreditor berhadapan dengan beberapa orang debitor.
f.        Perikatan Dapat Dibagi dan Tidak Dapat Dibagi
Suatu perikatan dikatakan dapat dibagi atau tidak dapat dibagi jika benda yang menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut.
g.      Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitor apabila dia lalai memenihi prestasinya.
h.      Perikatan Wajar
Undang-undang tidak menentukan apa yang dimaksud dengan perikatan wajar (natuurlijke verbintenis, natural obligation). Dalam undang-undang hanya dijumpai Pasal 1359 ayat (2) KUHPdt. 







BAB III
KESIMPULAN

3.1    Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di makalah ini tentang kajian hukum permukiman dan perikatan, maka dapat disimpulkan:

-          Hukum permukiman diatur dalam Undang-Undang no. 4 tahun 1992.
-          Tujuan dari hukum bangunan tersebut adalah mewujudkan kepastian hukum mengenai hunian dan permukiman, menertibkan penyelenggaraan tempat tinggal, serta mengatur ketentuan pelaksanaan bermukim di Indonesia
-          Rumah susun adalah salah satu bentuk hunian permukiman di Indonesia, diatur dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2011.
-          Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih, dan ada delapan macam hukum perikatan di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA




Selasa, 17 Oktober 2017

‘Tinjauan tentang Hukum & Peraturan Perundangan UU no. 28 tahun 2002 dan PP no. 36 tahun 2005’


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Undang-Undang/Perundang-undangan (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara.
Indonesia sebagai negara hukum tak lepas dari peraturan yang berkaitan dengan hukum tersebut. Semua hal yang menyangkut keberlangsungan hidup di Indonesia diatur dalam undang-undang, termasuk peraturan yang berkaitan dengan bangunan gedung.
Adalah wajib bagi penulis selaku mahasiswa arsitektur, untuk memahami hukum tentang bangunan sebagai wujud fisik arsitektur itu sendiri. Maka pada kesempatan kali ini, penulis akan meninjau dan menelaah lebih rinci mengenai hukum bangunan gedung yang berlaku di Indonesia.

1.2  RUMUSAN MASALAH

 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akhirnya berinisiatif untuk membahas beberapa pokok masalah dalam tinjauan kali ini, yaitu:

1.      Apakah yang dimaksud dengan hukum bangunan gedung?
2.      Apa tujuan adanya hukum bangunan gedung?
3.      Bagaimana perwujudan hukum tersebut di Indonesia?

1.3  TUJUAN PENULISAN

Dengan pemilihan tema dan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca dan penulis sendiri mampu memahami tujuan dari hukum bangunan gedung dan penegakannya di Indonesia. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas penulis dalam matakuliah Hukum Pranata Pembangunan.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Hukum Bangunan Gedung dan Aspeknya
            Hukum bangunan adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menyangkut pembangunan suatu bangunan atau Ilmu yang mempelajari pelaksanaan bangunan ruang lingkupnya seluruh kegiatan pembangunan yang di lakukan pemerintah khusus bangunan itu.
Pengaturan bangunan gedung secara khusus dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005. Pengetahuan mengenai UU Bangunan Gedung ini menjadi penting mengingat hal-hal yang diatur dalam UU Bangunan Gedung tidak hanya diperuntukan bagi pemilik bangunan gedung melainkan juga bagi pengguna gedung serta masyarakat. Diatur dalam UU Bangunan Gedung, pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

2.2  Tujuan Hukum Bangunan Gedung
            Didalam pasal 3 UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung meyebutkan Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk :
a.    Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b.    Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
c.    Mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

Sedangkan didalam PP Nomor 36 Tahun 2005 tentang Bangunan gedung menjelaskan secara umum Pengaturan bangunan gedung bertujuan untuk:
a.        Mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, baik secara administratif maupun secara teknis, agar terwujud bangunan gedung yang fungsional, andal, yang menjamin keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan pengguna, serta serasi dan selaras dengan lingkungannya.
b.        Mengatur ketentuan pelaksanaan tentang fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
                                   
2.3  Perwujudan Hukum Bangunan Gedung di Indonesia
            Setiap bangunan gedung memiliki fungsi antara lain fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial, budaya, dan fungsi khusus. Hal ini diatur dalam undang-undang bangunan gedung. Fungsi bangunan gedung ini nantinya akan dicantumkan dalam Izin mendirikan Bangunan (IMB) yang merupakan salah satu bentuk perwujudan hukum bangunan gedung yang kita sudah sering dengar.
Pengertian IMB adalah produk hukum yang berisi persetujuan atau perizinan yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah Setempat (Pemerintah kabupaten / kota) dan wajib dimiliki / diurus pemilik bangunan yang ingin membangun, merobohkan, menambah / mengurangi luas, ataupun merenovasi suatu bangunan. Kehadiran IMB (izin mendirikan bangunan) pada sebuah bangunan sangatlah penting, karena bertujuan untuk menciptakan tata letak bangunan yang aman dan sesuai dengan peruntukan lahan.























BAB III
KESIMPULAN

3.1    Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di makalah ini tentang kajian hukum bangunan gedung, maka dapat disimpulkan:

-          Hukum bangunan gedung diatur dalam Undang-Undang no. 28 tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah no. 36 tahun 2005.
-          Tujuan dari hukum bangunan tersebut adalah mewujudkan kepastian hukum mengenai bangunan, menertibkan penyelenggaraan bangunan, serta mengatur ketentuan pelaksanaan bangunan di Indonesia.
-          Salah satu wujud nyata hukum bangunan gedung yang diketahui hampir seluruh masyarakat Indonesia adalah IMB atau Izin Mendirikan Bangunan, yang mana menjadi asas dan dasar suatu bangunan dapat terlaksana, dibangun, maupun dihancurkan.

















DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah no. 36 tahun 2005 tentang Hukum Bangunan Gedung
Undang-Undang no. 28 tahun 2002 tentang Hukum Bangunan Gedung



Selasa, 21 Maret 2017

Hak Asasi Manusia



BAB I
PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

Hak adalah sesuatu yang mutlak didapatkan setiap manusia dan penggunaannya tergantung pada manusia itu sendiri. Sejak lahir setiap manusia sudah mempunyai hak asasi yang dijunjung tinggi serta diakui semua orang. Hak tersebut lebih penting dibandingkan hak seorang penguasa ataupun raja. Hak asasi itu sendiri berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada seluruh manusia. Akan tetapi, pada saat ini sudah banyak hak asasi yang dilanggar oleh manusia guna mempertahankan hak pribadinya. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai pengertian HAM serta pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia.

2.      RUMUSAN MASALAH
·           Definisi Hak Asasi Manusia (HAM)
·           Landasan Hukum HAM di Indonesia
·           Jenis-jenis pelanggaran HAM
·           Kasus pelanggaran HAM di Indonesia

3.      TUJUAN PENULISAN
·           Mengetahui definisi dan contoh-contoh Hak Asasi Manusia
·           Menginformasikan berita tentang pelanggaran HAM di Indonesia
·           Memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan






BAB II
PEMBAHASAN

1.     Definisi HAM

HAM atau Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat dengan kemanusiaan kita sendiri, yang tanpa hak itu kita mustahil hidup sebagai manusia. Secara garis besar, penggolongan Hak Asasi Manusia dibagi menjadi enam, yaitu:
1.1.   Hak asasi pribadi (personal rights)
Hak asasi pribadi mencakup hak kebebasan beragama, beribadat sesuai keyakinan masing-masing, menyatakan pendapat, serta kebebasan berserikat atau berorganisasi.
1.2.   Hak asasi ekonomi (property rights)
Hak asasi ekonomi mencakup hak untuk mempunyai, suatu hal, hak beli atau jual sesuatu, dan hak untuk mengadakan perjanjian atau kontrak.

1.3.   Hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama didalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality).
Hak asasi untuk memperoleh perlakuan yang sama didalam hukum serta pemerintahan di kenal dengan hak kesamaan hukum. Umpamanya, tak ada diskriminasi atau pembeda di muka hukum.

1.4.    Hak asasi politik (political rights)
Hak asasi politik yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memllih serta dipilih dalam pemilu, hak untuk mendirikan partai politik, dan hak untuk mengajukan petisi, kritik atau rekomendasi pada pemerintah.

1.5 Hak asasi sosial dan kebudayaan (social/and cultural rights)
Contohnya hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan, serta hak mendapatkan jaminan sosial.

1.6 Hak asasi untuk memperoleh perlakuan tata. langkah serta perlindungan hukum prosedural rights)
Contohnya hak untuk mendapatkan penasihat hukum untuk yg terlibat proses hukum dan  hak tidak untuk di tangkap sewenang-wenang.




2.     Landasan Hukum HAM di Indonesia

Dalam perundang-undangan Republik Indonesia, terdapat empat bentuk hukum tertulis yang menyatakan tentang HAM. Pertama, dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-Undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan peraturan pelaksanaan lainnya.

2.1.   Undang-Undang Dasar 1945

Jaminan perlindungan atas hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945, di antaranya adalah sebagai berikut:

2.1.1.         Hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal  27 Ayat (1).
2.1.2.         Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat (2).
2.1.3.         Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, Pasal 28.
2.1.4.         Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat (2).
2.1.5.         Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30.
2.1.6.         Hak mendapat pengajaran, Pasal 31.
2.1.7.         Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, Pasal 32.
2.1.8.         Hak di bidang perekonomi, Pasal 33.
2.1.9.         Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34.

2.2   Pengaturan HAM dan Ketetapan MPR
Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR dapat dilihat dalam TAP MPR Nomor XVII Tahun 1998 tentang Pelaksanaan dan Sikap Bangsa Indonesia  Terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional.
2.3   Pengaturan HAM dalam Undang-Undang

Pengaturan HAM juga dapat dilihat dalam Undang-undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut:

2.3.1        UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
2.3.2        UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
2.3.3        UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang Hubungan Perburuhan.
2.3.4        UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
2.3.5        UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 105 tentang Penghapusan Pekerja secara Paksa.
2.3.6        UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum Bagi Pekerja.
2.3.7        UU Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 11 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan.
2.3.8        UU Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 11 Tahun 1963 tentang Tindak Pidana Subversi.
2.3.9        UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi.
2.3.10    UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
2.3.11    UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
2.3.12    UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
2.3.13    UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

3.     Jenis-jenis pelanggaran HAM

Secara umum ada dua jenis jenis pelanggaran HAM yaitu :

3.1.   Kasus pelanggaran HAM yang berat:

Berikut adalah penjelasan mengenai kasus pelanggaran HAM yang berat :

·           Pembunuhan secara sewenang-wenang yang tidak mengikuti keputusan pengadilan dan hukum yang berlaku secara umum
·           Melakukan segala bentuk penyiksaan
·           Melakukan sistem perbudakan dan diskriminasi secara sistematis
·           Pembunuhan secara massal
·           Menghilangkan seseorang secara paksa

3.2.   Kasus pelanggaran HAM yang ringan:

Berikut adalah penjelasan mengenai kasus pelanggaran yang ringan

·           Melakukan penganiayaan
·           Melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik seseorang
·           Melakukan segala bentuk pemukulan
·           Menghalangi jalan seseorang untuk menyampaikan aspirasinya




4.     Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

4.1.   Kasus pembunuhan Munir

Munir Said Thalib (lahir di Malang, 8 Desember 1965) adalah seorang tokoh pembela HAM di Indonesia. Ia meninggal dunia dalam penerbangan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Amsterdam pada tanggal 7 September 2004. Hakim menyatakan bahwa pembunuh Munir adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot Garuda yang sedang cuti. Ia diduga kuat menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Sejak tahun 2005, tanggal 7 September diperingati sebagai Hari Pembela HAM di Indonesia. Hak yang di langgar dalam kasus munir yaitu karena telah menghilangkan nyawa dengan sengaja atau sudah melanggar hak untuk hidup.


4.2.   Penembakan Mahasiswa Trisakti

Penembakan Mahasiswa Trisakti merupakan kasus penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan dan militer pada saat kerusuhan 12 Mei 1998, dimana beribu-ribu mahasiswa turun ke jalanan meminta supaya Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada saat itu. Kasus ini menjadi pemicu terjadinya kerusuhan Mei 1998 yang merupakan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Hak yang dilanggar dalam kasus penembakan ini adalah melanggar hak untuk hidup karena telah menghilangkan nyawa dengan sengaja.

4.3.   Penculikan Aktivis 1997/1998

Penculikan ini merupakan peristiwa penghilangan orang secara paksa atau penculikan terhadap puluhan aktivis mahasiswa yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998. Peristiwa penculikan terjadi menjelang pemilu Mei 1997 dan dalam dua bulan menjelang sidang MPR bulan Maret.
Sembilan aktivis yang diculik kemudian dilepaskan, mereka adalah:
·              Desmond Junaidi Mahesa, diculik di Lembaga Bantuan Hukum Nusantara, Jakarta, 4 Februari 1998.
·              Haryanto Taslam ,
·              Pius Lustrilanang, diculik di panpan RSCM, 2 Februari 1998
·              Faisol Reza, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998
·              Rahardjo Walujo Djati, diculik di RSCM setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998
·              Nezar Patria, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998
·              Aan Rusdianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998
·              Mugianto, diculik di Rumah Susun Klender, 13 Maret 1998
·              Andi Arief, diculik di Lampung, 28 Maret 1998
Tigabelas aktivis yang masih hilang sampai saat ini, berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang. Mereka adalah:
·              Petrus Bima Anugrah (mahasiswa Unair dan STF Driyakara, aktivis SMID. Hilang di Jakarta pada 30 Maret 1998) [14]
·              Herman Hendrawan (mahasiswa Unair, hilang setelah konferensi pers KNPD di YLBHI, Jakarta, 12 Maret 1998) [15]
·              Suyat (aktivis SMID. Dia hilang di Solo pada 12 Februari 1998)
·              Wiji Thukul (penyair, aktivis JAKER. Dia hilang diJakarta pada 10 Januari 1998) [16]
·              Yani Afri (sopir, pendukung PDI Megawati, ikut koalisi Mega Bintang dalam Pemilu 1997, sempat ditahan di Makodim Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 26 april 1997)
·              Sonny (sopir, teman Yani Afri, pendukung PDI Megawati. Hilang diJakarta pada 26 April 1997)
·              Dedi Hamdun (pengusaha, aktif di PPP dan dalam kampanye 1997 Mega-Bintang. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
·              Noval Al Katiri (pengusaha, teman Deddy Hamdun, aktivis PPP. Dia hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
·              Ismail (sopir Deddy Hamdun. Hilang di Jakarta pada 29 Mei 1997)
·              Ucok Mundandar Siahaan (mahasiswa Perbanas, diculik saat kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta)
·              Hendra Hambali (siswa SMU, raib saat kerusuhan di Glodok, Jakarta, 15 Mei 1998)
·              Yadin Muhidin (alumnus Sekolah Pelayaran, sempat ditahan Polres Jakarta Utara. Dia hilang di Jakarta pada 14 Mei 1998)
·              Abdun Nasser (kontraktor, hilang saat kerusuhan 14 Mei 1998, Jakarta)

Penculikan ini tergolong pada kasus pelanggaran HAM berat, karena para aktivis tidak hanya diculik melainkan juga disiksa, dianiaya, bahkan satu aktivis meninggal dunia yaitu Leonardus Gilang. Hak yang dilanggar dalam kasus penculikan ini adalah hak untuk hidup merdeka penuh rasa aman tanpa penindasan orang lain.





















BAB III
PENUTUP

1.     Kesimpulan
·         Hak asasi manusia merupakan kodrat manusia sebagai makhluk hidup, karena tanpa ada hak tersebut, manusia tidak mungkin dapat menjalankan kehidupannya. Hak asasi manusia terbagi menjadi dua, yaitu: hak asasi personal dan hak asasi ekonomi.
·         Landasan hukum yang mendasari hak asasi manusia di Indonesia tertulis dalam: UUD 1945, UU, Tap MPR, dan peraturan pelaksana perundang-undangan.
·         Pelanggaran HAM adalah perbuatan perseorangan/kelompok yang dengan sengaja/tidak sengaja mencabut hak asasi orang lain seperti yang tertulis dalam landasan hukum yang berlaku.


















DAFTAR PUSTAKA